Pages

Selasa, 24 Juni 2014

Mengisi Waktu Luang


Haii!!! Apa kabar para pembaca?
Lama tak jumpa ya, yaiyalah secara blognya gak pernah ane buka, hehe
Jujur sebenarnya ane bingung mau diapain ini blog. Tapi karena ada tuntutan yang harus di penuhi ane post 'something' ni. Semoga bermanfaat ya dan doakan semoga blognya ini update terus ya!!!


MACAM-MACAM ILMU HADITS


1.      Hadits Shahih
Menurut bahasa, kata shahih adalah lawan dari kata Maridh (sakit). Sedangkan menurut istilah, yaitu hadits yang mengandung kriteria qabul (memenuhi syarat-syarat hadits yang diterima), yaitu:
a.      Ittishal al-Sanad, artinya sanad hadits yang diriwayatkan oleh para perawinya dari para gurunya dan gurunya menrima dari gurunya, demikian sampai akhir sanad.
b.      Keadilan perawi, yaitu keadilan seorang perawi dalam meriwayatkan hadits. Yang dimaksud dengan adil adalah Muslim, selamat dari kefasikan, dan tidak melakukan perbuatan yang rendah dan hina.
c.       Sempurna/kuatnya hafalan perawi, maksudnya adalah perawi hadits mampu menjaga hafalannya dan bisa mengungkapkan kembali kapan saja dia mau.
d.      Sunyi/bebas dari sifat-sifat syaz, yaitu periwayatan yang dilakukan oleh perawi tsiqah (dapat dipercaya), tidak meyalahi periwayatan perawi-perawi yang lebih tsiqah darinya.
e.       Bebas dari illat (cacat), maksudnya dalam hadits tersebut tidak terdapat unsur illat. Illat adlah sifat jelek yang tersembunyi dalam penerimaan hadits walaupun pada zahirnya tidak ada cacat.
2.      Al-Hasan (Hadits Hasan)
Arti Hasan menurut bahasa adalah sesuatu yang disukai oleh nafsu. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang sanadnya bersambung, dinukil (diriwayatkan) oleh perawi yang adil, tetapi hafalannya tidak sekuat haalan perawi hadits shahih dan isinya tidak mengandung syaz dan illat.
Adapun syarat-syarat hadits hasan ada lima, yaitu:
1.      Sanadnya bersambung.
2.      Perawiny adil.
3.      Hafalan perawinya kuat, tetapi tidak sekuat hafalan perawi hadits shahih.
4.      Isi haditsnya bebas dari syaz.
5.      Haditsnya tidak mengandung illat.
Hukum Hadits Hasan
      Hukum penggunaan dan pengalaman haidts hasan sama dengan hukum penggunaan dan pengalaman hadits shahih walaupun kekuatannya tidak sama dengan hadits shahih.
3.      Al-Dha’if (Hadits Dha’if)
Menurut bahasa kata Dha’if berasal dari kata al-Dha’fu yaitu lawanan dari kata al-Quwwah. Menurut istilah, dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria-kriteria hadits shahih dan hadits hasan dan ditolak sebagai hujjah.
      Hukum Hadits Dha’if
Hadits dha’if tidak boleh dipakai (diamalkan) dalam aqidah dan syari’ah, tetapi hanya diamalkan dalam Fadha’il al-A’mal (keutamaan amal), al-Targhib (mendorong untuk berbuat baik), al-Tarhib (ancaman dari melakukan maksiata) dan penuturan sejarah. Itupun dengan syarat-syarat yang terinci pada pembahasan yang lebih lanjut.
4.      Al-Marfu’ (Hadits Marfu’)
Marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa ucapan atau perbuatan maupun taqrirnya. Dinamakan marfu’, karena derajatnya yang tinggi, disandarkan kepada Nabi SAW., baik sanadnya bersambung atau tidak.
a.      Macam-macam Hadits Marfu’
Hadits marfu’ dibagi dua, yaitu:
a)      Raf’un Tashrihy, yaitu hadits yang terdapat padanya kalimat:
قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah SAW. Bersabda”
Atau
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Diriwayatkan dari Rasulullah SAW”.
b)      Raf’un Hukmy, yaitu hadits yang tidak jelas disebutkan oleh perawinya ungkapan:
قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah SAW. Bersabda”
b.      Hukum Hadits Marfu’
Hadits marfu’ kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dhaif.
5.      Al-Musnad ((المسند
Musnad ialah kitab yang berisi hadits-hadits yang disandarkan kepada para sahabat. Definisi lain, Musnad adalah hadits yang sanad  para perawinya bersambung sampai kepada Nabi SAW.
Hukum musnad bisa shahih, hasan dan bisa juga dha’if, tergantung kriteria-kriteria perawinya.
6.      Al-Muttashil (المتصل)
Al-Muttasil adalah hadits yang bersambung mata rantai sanadnya, setiap perawi mendengar langsung dari generasi di atasnya sampai dengan sanad terakhir. Baik sanad terakhirnya Nabi SAW. Atau seorang sahabat.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui bahwa musnad lebih khusu dari muttashil. Maka setiap musnad pasti muttashil dan bukan setiap muttashil itu musnad. Dan hukum muttashil adalah seperti hukum musnad.
7.      Al-Mauquf (الموقوف)
Hadits mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada seorang sahabat berupa ucapan maupun perbuatan, baik sanadnyaa bersambung ataupun tidak.
Hadits mauquf berupa ucapan, misalnya:
قال ابن عمر رضيى الله عنه كذا ، ... قال ابن مسعود كذا ...
“Ibnu Umar berkata begini...”, Ibnu Mas’ud berkata begini...”
Dan hukum hadits mauquf adalah sama dengan hadits musnad dan muttashil.
8.      Al-Maqthu’ (المقطوع)
Maqthu’ adalah hadits yang disandaarkan kepada para tabi’in berupa ucapan ataupun perbuatan, baik sanadnya bersambung maupun tidak. Hadits ini dinamakan maqthu’, karena tidak nyambung sanadnya kepada para sahabat atau Nabi SAW.
Hadits maqthu’ tidak bisa dijadikan hujjah kecuali ada indikasi marfu’ kepada Nabi SAW, maka dalam hal ini berlaku pula hukum marfu’. Demikian juga kalau ada indikasi mauquf, maka berlaku pula hukum hadits mauquf.
9.      Al-Munqathi’ (المنقطع)
Munqathi’ adalah hadits yang salah satu sanadnya gugur, tapi yang gugur itu bukan sahabat;
1.      Baik perawinya gugur di satu tempat atau lebih, tapi perawi yang gugur tersebut tidak boleh lebih dari satu. Kalau memang demikian, maka hal itu adalah munqathi’ pada dua atau tiga tempat bahkan lebih.
2.      Baik perawi yang gugur itu di awal sanad atau di tengahnya.
Hadits di atas tergolong hadits dha’if. Dan termasuk dalam golongan hadits ini adalah hadits marfu’ mursal dan hadits mauquf.
10.  Al-Mu’dhal (المعضل)
Hadits mu’dhal adalah hadits yang sanadnya gugur dua tingkat secara berurutan, seperti gugurnya seorang sahabat dan tabi’in, atau gugurnya seorang tabi’i dan tabi’tabi’i, atau gugurnya dua sanad sebelumnya.
Akan tetapi bila hanya satu perawi yang gugur diantara dua orang, lalu pada tingkatan lain gugur perawi lainnya, maka disebut hadits Munqathi’, sebagaimana keterangan yang lalu. Hadits Mu’dhal tergolong hadits dha’if.
11.  Al-Mursal (المرسل)
Kata mursal adalah shigah isim maful, diambil dari kata Irsal yang berarti bebas. Jadi mursal adalah hadits yang terbebaas dari ikatan semua perawinya, karena mereka tidak menyebutkan orang yang diirsalkan.
Secara terminologi, mursal adalah hadits yang dirafa’kan oleh seorang tabi’i kepada Nabi SAW, artinya ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda...”.
      Hukum Hadits Mursal
                                    Menurut mayoritas ulama muhaddits di antaranya adalah Imam Syafi’i, bahwa hadits mursal hukumnya dha’if. Adapun menurut Imam Malik hadits mursal dapat dijadikan hujjah, baik dalam hukum maupun lainnya.
12.  Al-Mu’allaq (المعلق)
Hadits mu’allaq adalah hadits yang sanad pertamanya digugurkan satu tingkatan atau lebih, baik secara berurutan atau tidak, bahkan sampai sanad terakhir sekalipun. Dan hadits ini tergolong hadits dha’if.
Contoh hadits mu’allaq, ucapan seorang rawi yang mengatakan “bersabda Rasulullah SAW., atau Abu Hurairah berkata, atau Zuhri berkata begini...”, tanpa menyebutkan sanadnya, padahal antara perawi dengan Nabi SAW., sahabat dan tabi’in lebih dari satu perawi.
13.  Al-Musalsal (المسلسل)
Al-Musalsal berarti hadits yang mata rantai para perawinya saling bersambung antara yang satu dengan yang lainnya, satu sifat dalam periwayatan dan pengisnadannya.
Hadits musalsal bermacam-macam cara mengetahuinya, diantaranya:
a.       Ucapan para perawinya
b.      Perbuatan para perawinya
c.       Cara-cara menerima haditsnya dengan “mendengar”, maka setiap perawi dari perawi pertama sampai perawi terakhir akan mengatakan “saya mendengar fulan...”
Hukum Hadits Musalsal
      Bersambungnya mata rantai para perawi hadits tidak bisa menjamin keselamatan mata rantai itu dari kelemahan, tetapi tidak pula matannya. Sebab, matan haditsnya terkadang shahih, sementara mata rantai sanadnya tak lepas dari penilaian para ahli hadits.
14.  Al-Gharib (الغريب)
Secara etimologi, kata gharib adalah orang yang terasing. Secara terminologi adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi dari perawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Dinamakan gharib karena kesendirian seorang perawi dari perawi lainnya, seperti terasingnya seseorang dari tanah kelahirannya.
Hukum hadits gharib terkadang bisa menjadi hadits shahih dan hasan, namun pada umumnya adalah dha’if.
15.  Al-Aziz (العزيز)
Hadist aziz secara terminology adalah hadits yang pada salah satu tingkatan mata rantai perawinya terdiri dari dua orang perawi, walaupun setelah itu diriwayatkan oleh seratus perawi.
Hukum hadits aziz terkadang bisa menjadi shahih atau hasan bahkan dha’if.
16.  Al-Masyhur (المشهور)
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada salah satu tingkatan, walaupun setelah itu diriwayatkan oleh jama’ah.
Hukum hadits masyhur kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
17.  Al-Mutawatir (المتواتر)
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang tidak mungkin mereka sepakat untuk melakukan kebohongan (berdusta), dengan syarat hadits yang disandarkannya berdasarkan panca indra. Lebih jelasnya, syarat-syarat tersebut ada empat yaitu:
a.       Diriwayatkan oleh banyak orang
b.      Secara akal sehat, mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta
c.       Para perawinya bersambung dari sanad pertama sampai terakhir
d.      Hadits yang disandarkannya berdasarkan panca indera
18.  Al-Mu’an ‘an (المعنعن)
Hadits Mu’an‘an adalah periwayatan hadits yang menggunakan lafaz ‘an (عن) dari fulan, tanpa disertai penjelasan darimana dia mendengat, menerima atau mengkhabarkan (menceritakan) hadits tersebut. Hadits Mu’an’an kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
19.  Al-Mubham (المبهم)
Hadits Mubham adalah hadits yang terdapat pada sanad atau matannya seorang perawi laki-laki atau perempuan yang kedua-duanya tidak disebut namanya. Contohnya dari Sufyan dari seorang laki-laki.
Apabila mubham yang terdapat pada sanad tersebut tidak diketahui , maka haditsnya lemah (dha’if), sebaliknya kalau mubhamnya terdapat di matannya, maka haditsnya kuat.
20.  Al-Mudallas (المدلس)
Secara etimologi Mudallas diambil dari kata al-Dals, artinya bersatunya kegelapan dengan cahaya. Dinamakan demikian, karena keduanya sama-sama tersembunyi. Secara terminologi hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan oleh para perawi.
Tadlis dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Tadlis al-isnad
b.      Tadlis al-syuyukh
21.  Al-Syaz wa al-Mahfuzh (الشاذوالمحفوظ)
Syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah, tetapi menyalahi perawi lain yang lebih tsiqah (kuat), baik pada matan atau sanad, dengan melakukan penambahan atau pengurangan dan tidak dapat dikompromikan antara keduanya, sehingga harus diterima salah satunya. Namun kalau mungkin dikompromikan, bukan disebut syaz. Dan hadits syaz memang berbeda dengan hadits mahfuzh.
Hadits syaz tidak bisa dijadikan hujjah (dha’if), sedangkan hadits Mahfuzh dapat dijadikan hujjah (maqbul).
22.  Al-Munkar wa al-Ma’ruf (المنكروالمعروف)
Munkar adalah hadits yang diriwayatkan seorang perawi lemah dan menyalahi riwayat perawi lain yang lebih tsiqah. Lawan dari mungkar adalah ma’ruf yaitu, hadits yang diiriwayatkan oleh perawi tsiqah yang menyalahi hadits riwayat perawi lemah.
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah disebut hadits ma;ruf, sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lemah disebut hadits mungkar.
Hadits mungkar tidak bisa dijadikan hujjah (mardud), sedangkan hadits ma’ruf dapat dijadikan hujjah.
23.  Al-‘Aly wa al-Nazil
Sanad ‘Aly adalah hadits yang sanadnya sedikit, sedangkan nazil adalah hadits yang benyak pengisnadnya. Dan ‘Aly adalah lebih afdhal, karena sanadnya lebih dekat dari Nabi SAW., dekat dari kitab-kitab hadits shahih atau imam hadits yang bersambung sanadnya dengan rawi.
Hukum hadits ini, kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
24.  Al-Madarraj (المدرج)
Secara etimologi, mudraj terambil dari kata idraj yaitu idkhal, artinya memasukkan. Sedangkan menurut terminologi ada dua macam yaitu mudraj matan dan mudraj isnad.
Adapun mudraj matan adalah penambahan lafazh pada matan hadits oleh seorang perawi, tapi dia tidak menerangkan bahwa tambahan tersebut tidak termasuk hadits. Hukum hadits ini sama dengan hadits sebelunya (‘Aly), yaitu terkadang shahih, hasan dan terkdang dha’if.
25.  Al-Mudabbaj (المدبج)
Al-mudabbaj adalah hadits yang pada sanadnya terdapat periwayatan seorang perawi dari temannya yang semasa dengannya. Misalnya periwayatan Siti Aisyah dari Abu Hurairah atau sebaliknya. Hukum hadits ini sama dengan hukum hadits yang lalu (hadits mudarraj).
26.  Al-Muttafiq wa al-Muftariq
Al-Muttafiq wa al-Muftariq adalah kesamaan nama para perawi, baik ucapan maupun tulisannya, tetapi berbeda maksudnya, dan hal ini disebut persamaan lafazh. Contoh seperti (Khalil bin Ahmad) merupakan nama dari enam orang perawi.
27.  Al-Mu’talif wa al-Mukhtalif
Mu’talif dan Mukhtalif adalah hadits yang sama tulisannya, tapi berbeda lafazhnya atau bacaannya. Seperti kata Asid dengan Usaid, Hamid dengan kata Humaid dan kata ‘Amarah denagn kata ‘Umarah.
28.  Al-Maqlub (المقلوب)
Hadits maqlub adalah hadits yang terdapat pada matan atau sanadnya pergantian suatu lafaz dengan lafaz yang lain. Maqlub terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Maqlub sanad, contoh: mendahukukan ayah perawi daripada anaknya (rawi).  Misalnya Ka’ab bin Murrah, dikatakan Murrah bin Ka’ab.
2.      Maqlub pada matan, adalah membuat suatu kalimat atau beberapa kalimat pada matan hadits dengan redaksi yang tidak popular.
29.  Al-Mudhtharib (المضطرب)
Hadits Mudhtharib adalah hadis yang riwayat-riwayatnya masih diperselisihkan, karena ada perbedaan riwayat dari seorang rawi. Dalam arti bahwa periwayatan yang satu dengan yang lain adalah berbeda.
Hadits Mudhtharib adalah hadits dha’if  karena tidak ada tanda-tanda kesempurnaan periwayatannya.
30.  Al-Mu’allal (المعلل)
Hadits Mu’allal adalah hadits yang di dalamnya terdapat cacat yang tercela dan tersembunyi, namun pada zahirnya tidak mengandung cacat. Misalnya, pengurangan pada sanad dan matan.
31.  Al-Matruk (المترك)
Matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang telah disepakati kedha’ifannya. Contohnya: periwaytan Amr bin Syam, dari Jabir. Amr disebut sebagai Matrukul Hadits, berarti haditsnya ditinggalkan.
Hadits matruk adalah hadits yang gugur kredebilitasnya, karena sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah/dalil.
32.  Al-Maudhu’ (الموضوع)
Hadits maudhu’ adalah hadits yang dimanipulasi oleh pendusta dengan mengatasnamakan Rasulullah SAW., seorang sahabat dan tabi’in. Dan unsur-unsur munculnya hadits palsu adalah kurangnya ilmu agama, mempertahankan sebuah mazhab, membela kejahilan dan mencari muka di hadapan para penguasa dengan cara menyanjung mereka.
Hadits maudhu’ adalah bathil. Meriwayatkan hadits ini adalah haram, kecuali sebagai peringatan dan pengetahuan bagi para pecinta ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About